Bismillahirahmanirahim.
"Ma, Yah, bang Ngah titip do'e ye, tahun depan bangngah insya Allah punye rencane mau nikah, nanti di depan Ka'bah tolong do'ekan bangngah biar dapat yang terbaik dan dimudahkan jalannye same Allah"
"Insya Allah mama do'akan, sudah ada calon?"
"Belum ma, hehe.. Insya Allah, fokus perbaiki diri jak dulu, biar Allah kirim yang terbaik"
"Insya Allah lelaki yang sholeh akan dapat perempuan sholehah. Aamiin"
"Aamiin"
"Iye, Alhamdulillah sudah Ayah do'akan"
"Alhamdulillah, makasih, Yah"
Entah apa perasaan orang tua atas permintaan anak keduanya yang menyatakan diri ingin menikah dan meminta dido'akan.
Yang jelas aku percaya, do'a kedua orang tua, di Masjidil Haram ba'da selesaikan rukun islam ke lima, setulus hati untuk anaknya; melambung langsung ke langit, menembus hijab-hijab, terijabah Sang Pengabul Do'a. Insya Allah.
Sudah sejak lama aku ingin menikah. Hanya sekedar ingin, lalu diucapkan ke beberapa orang sahabat. Tapi hampir tak pernah teraksi menjadi tindakan nyata: persiapan menikah.
Beberapa bulan belakangan, atas hikmah beberapa peristiwa yang menggoyangkan hati, aku terfikir, "Aku memang ingin menikah, tapi sudah siapkah?"
"Apa yang sudah aku siapkan?"
"Apakah aku siap untuk memimpin orang lain sementara diri sendiri compang-camping?"
"Apakah aku sudah bisa mencintai kerena Allah?"
Ah, muasabah cerminkan diri yang hampir tak berpakaian, berbolongan sana sini. Hina. Sadarkan diri untuk mulai menjahit ulang. Kainnya dari iman, benangnya dari ilmu, dirangkai dari pola ketauhidan. Jadikan pakaian taqwa, sebaik-baik pakaian.
Ah, sudah berapa lama waktu tersia lakukan yang tak berguna.
Menyegerakan? Ya! Terburu-buru? Tidak!
Atas euforia pernikahan banyak teman yang membuat dada mengebu. Atau pertanyaan "Kapan?" dari beberapa kerabat. Atau provokasi halus yang berseliweran setiap hari semacam "Antum sudah menikah?" atau "Mau saya carikan calon?" hingga "Udah, tunggu apa lagi?!"
Adalah diri yang rasa-rasanya masih perlu diperbaiki, terpenting adalah minimalisir sampah di dalam kepala, lalu menggantinya dengan kebaikan dan iman; Hingga titik tertentu dimana diri sendiri merasa 'sudah saatnya' pun juga bila sudah direstui orang tua "Ya, kamu sudah layak memimpin keluarga, Nak!".
Insya Allah, tak lama lagi. Ikhtiar tunjukkan kesungguhan pada Sang Pengkarunia, sembari munajat tanpa henti. Insya Allah, do'akan.
Artikel keren lainnya: