Beranda · Belajar · Kontak · Privacy Policy

Sedikit Hikmah Tentang Rezeki Haram

~ Sedikit Hikmah Tentang Rezeki Haram

Rezeki Haram itu seperti mengambil paksa rezeki.


Rezeki tiap makhluk sudah Allah tentukan kadarnya, tentu dalam kadar yang berbeda-beda. Allah yang Maha Tahu dan Maha Bijak lah yang menentukan kapan rezeki itu harus turun, tentu di saat yang paling tepat.


Seperti rekening tabungan, mengambil rezeki haram itu seperti mengambil paksa jatah tabungan yang seharusnya belum keluar saat itu. Memang manis dapat rezeki nomplok, walaupun maksa. Konsekuensinya nanti, ketika memang waktu tepatnya rezeki itu harus keluar, dan jatah rezeki itu sudah terlanjur diambil didepan dengan cara maksa tadi, maka di sanalah timbul masalah, hidup jadi pelik. Rasain!


Maka mengambil rezeki dengan cara haram, adalah seperti meng-sok-tahu-i ketentuan Allah; Allah Tentukan nanti, dia maunya sekarang. Tentu Allah tak bisa dipaksa, mungkin Allah sengaja membiarkan, biar dia dapat pelajaran (itupun kalau mau mengambil pelajaran).


Maka mengambil rezeki dengan cara haram, semakmur-makmur apapun ia sekarang, akan tiba masa deritanya, dimana jatah rezekinya sudah telajur habis dan diambil di depan oleh dia sendiri. Tidak di dunia pun, mungkin jatah rezekinya di akhirat nanti yang dia ambil buat dunia. Maka sangat masuk akal kalau nanti masuk neraka. Wong memang ndak punya apa-apa lagi sisanya di sana kok.


Maka mengambil rezeki dengan cara haram, adalah pilihan. Jatah rezeki kita kan sudah ditentukan kadarnya, waktunya. Rezeki itu lebih pasti daripada mati; tak akan mati kita sebelum jatah rezeki berupa nafas terakhir habis. Masalahnya adalah pada bagaimana cara kita mendapatkan rezeki, itu yang belum pasti, (sepertinya) Allah beri kebebasan manusia memilih, meski semua atas takdir dan sepengetahuanNya. Yang ini atau yang itu.

Satu-satunya mengembalikan saldo rekening adalah minta ampun dan minta rahmat. Biar Yang Punya Segala Tabungan mau mengisi ulang saldo rekening rezeki kita.

Maka pakailah pakaian terbaik, sopan santun terbaik, agar 'terlihat' seperti nasabah baik-baik, sebab kita harus memelas kepada 'Pimpinan Pusat'. Saldo akan terisi begitu SK 'pemutihan' rekening yang sempat di blacklist dari 'Kantor Pusat' berupa ampunan di ACC, dan pengembalian saldo berupa rahmat tinggal menunggu waktu. Syaratnya: harus berkelakuan baik selama masa ujicoba dan diawasi (sampai mati). Semoga. Insya Allah.

Saya sudah pernah, dan sudah terima konsekuensinya, dan -insya Allah- jera. Sampai sekarang saya masih menunggu (Semoga saya & kita termasuk yang bisa mengambil pelajaran. Aamiin.)

Wallahu'alam.

Artikel keren lainnya:

Jalan Raya

Ramadhan tahun lalu, 1435 Hijriah.
Seperti biasa ramadhan selalu membara. Pagi hari selalu dipenuhi kabut asap khas provinsi perkebunan, pembukaan lahan yang marak dengan cara paling mudah: pembakaran lahan. Matahari seperti marah dengan kelakuan mereka, ia pancarkan panas yang lebih dari biasa sebagai ekspresi dari kemarahaanya. Sayangnya, marahnya hanya membuat kobaran semakin membesar. La taghdob ya syams!
Bumi khatulistiwa sedang bersahabat pada mereka yang duduk-duduk di bawah bebayang pohon atau rumah. Ia tiupkan sepoi-sepoi lembut, membuat mata sesiapapun akan terkantuk-kantuk dibuatnya. Sayangnya, kali ini tiupan itu pun dengan nada kemarahan, tiupannya hangat!

"Ini, saya luluskan saja kamu, kasihan saya, udah berapa kali kamu coba? 4? belum ada yang berhasil?"
"Iya pak, baru yang ke empat, semoga kali ini bisa"
"Udahlah, panas juga sekarang, saya kasi lulus saja kamu, yang penting kamu sudah benar-benar mencoba?"
"Lulus pak?"
"Iya, tapi ingat, jangan langgar lalu lintas, pakai helm kalau bawa motor, jangan lupa hidupkan lampu motor"
"Siap, Dan! Insya Allah"

~~~~~~~~~~~~~~~~

Berminggu-minggu sebelumnya, setiap minggu saya perjuangan itu dimulai. Perjuangan dimulai ketika memilih apakah harus nembak, atau tes. Idealisme bilang "Jangan sampai nembak! Jangan mudah menggampangkan! Bulan puasa pulak, kali aja dosa". Oke! Fix, kita coba pakai jalur yang sesuai aturan saja.

Memang melelahkan kalau pakai cara yang 'manual'. Mulai antri bayar, administrasi, lalu antri foto yang berjam-jam, belum antri tes teori (yang ini Alhamdulillah bisa lulus sekali hajar, meski nilai pas-pasan. Tapi pun kalau waktu itu belum lulus besoknya disuruh balik lagi, Pak polisinya yang mengisi jawaban teori kita. Gratis. Hehe..)
Sementara mereka yang tinggal bayar, tak perlu serumit itu, ya memang tetap harus ikuti semua prosesnya, tapi dengan penuh kemudahan. Hanya saja mereka tak pernah merasakan Ujian Praktek.
Ya, Ujian Praktek ini yang paling melelahkan.
Total sudah 3 motor berganti dari motor kopling, matic, sampai bebek dan belum lulus-lulus juga. Tes pertama, lingkaran memang bisa terlewati, tetapi tes kedua zig-zag lambat yang selalu gagal. Kombinasi kekesalan akibat gagal melulu dengan cuaca yang unyu membuat penderita darah rendah pun menjadi darah tinggi. Ah, kalau bukan makna puasa adalah sabar mungkin sudah saya bayar!

Akhirnya Bapak tukang parkir pun sampai kenal dan kasihan, "Udahlah bang, bayar jak, paling lah berape, atau maok saye uruskan?"
"Ndak lah Pak, saye maok cobe dulu"

Akhirnya, bakda Ramadhan, setelah sebulan dan mau Ujian ke empat, Bapak Polisi (yang juga sudah sampai kenal, hehe..) Allah luluhkan hatinya. Lalu terjadilah percakapan di atas.

Alhamdulillah, halal! sah! nikah! eh.

~~~~~~~~~~~~~~~~

Gara-gara janji dengan bapak polisi itulah, saya jadi menjaga benar kelakuan di jalan raya.
Pun sebagaimana kita ketahui, tingkat kematian di jalan raya lebih tinggi daripada di rumah sakit, bahkan sama tingginya dengan kematian di medan perang. Maka tidak berlebihan bila "menyamakan" jalan raya dengan medan jihad. Paling tidak jihad melawan emosi jiwa (hasek!) yang sering terpancing akibat kelakuan pengguna jalan lain yang seenaknya.

Lampu Lalu Lintas lah diterobos (padahal tak ngerubah ape-ape nunggu lampu merah yang tinggal 5 detik), menyalip mendadak tanpa aba-aba lah. Masih mending kalau dirinya sendiri yang celaka, kalau ngajak-ngajak itu yang repot, urusannya panjang, Dia celaka, orang lain (yang ndak kenal) pun celaka. Belum dapat celaka pun minimal dapat sumpah serapah dari orang-orang yang merasa dirugikan. Saldo dose nambah-nambah terus.

Misal, kite nak pergi dengan tujuan baik, Ngaji misalnye. Tapi pas jalan menuju tempat pengajian malah degel, lampu merah lah diterobos, nyalip-nyalip, ngebut gare-gare saking semangatnye mau nuntut ilmu. Mungkin, mungkin kite datang ke pengajian dengan kondisi minus, gara-gara banyak dosa di jalan raya.
"Celake!" kate orang dari arah lain yang terkejut gare-gare kite terobos lampu merah. Satu dah do'e tak baik dari orang teraniyaya.
"Kurang Ajar!" kate orang yang kite salib mendadak. Orang tue kite pulak yang dituduh kurang mengajar anaknye. Dapatlah dose durhake.
Dsb. Dsb.

Sampai kawan saye bilang, lihat jodohmu di jalan raya, kalau menaati peraturan masyarakat yang hukumennye jelas jak susah, jangan banyak berharap die bise taat aturan rumah tangga yang cume berdua jak. Kalau yang tak bise sabar nunggu lampu merah barang beberapa detik, jangan banyak berharap die bise sabar menghadapi kelakuan kamu yang macam-macam seumur hidup. Aiiih, betol juge.

Yang paling lazim, kemane2 tak pakai helm. Ndak sayang ke dengan kepala tuh, yang cuman satu dan ndak mungkin ditransplantasi. Kenalan saye ade yang koma (lalu wafat) sebab jatuh dari motor ndak pakai helm, balek dari lapangan futsal dekat rumahnye. Kawan saye tuh tak ngebut, semue lengkap, selain helm, terpeleset lubang di jalanan kosong, kepala kena batu, habis perkare. Pasti keluargenye sedih (dan repot, dan bangkrut). Bro, dengan kepala sendiri jak ndak sayang, ape agik dengan orang lain.

Saye nih dulu yang kayak gini, kemane-mane tak pakai helm, tak ade spion, gare-gare janji pakai insya Allah ke Pak Polisi, plus kejadian kenalan saye tuh - katenye orang tuenye sampai habis, dan berhutang hampir seratus juta, dgn hasil yang nihil untuk menyelamatkan nyawe anaknya, yang akhirnye tetap wafat - saye berusahe tertib sebise mungkin di jalan raye. Toh untuk kebaikan diri sendiri (dan keluarga) juga kan :) 

Memang, kite tak tau kapan musibah di jalan raye bise kena ke kite, tapi paling ndak kite ndak jadi penyebab terjadinye musibah itu.
Memang, ade keperluan yang 'membolehkan' untuk menihilkan aturan lalu lintas. Ambulan misalnye. Kalau mau ngebut, pakai Ambulan insya Allah semue ikhlas, malah banyak yang mendo'akan yang baik-baik. Btw, di undang-undang-nye pun, kecepatan maksimal Ambulans cuma 40 km/jam kok, ndak boleh lebih.

Artikel keren lainnya:

Istikharoh #1

Istikharoh itu, bukan memantapkan pilihan.
Istikharoh itu, itu memantapkan tawakkal

Ah, siapa kita sok-sok mau memilih?
Logikanya, kenapa harus capek-capek memilih, kalau pilihan Allah lah yang terbaik.
Tentukan saja kriteria yang paling dasar, lalu serahkan jawaban pada Allah.
Kalaulah salah, maka segera Allah akan arahkan ke jalan yang benar, hanya kita yang sering 'bandel'. Suka sok tau kalau pilihan kita yang paling baik. Hehe..
Ke sok-tahuan (dan kengototan egoisme) itulah yang membatasi karunia-Nya dan membuat jalan-Nya ndak nampak.
Kalau memang jalan yang lurus maka akan dimudahkan, tapi tetap jangan bayangkan jalan lurus itu tanpa ada kerikil atau lubang-lubang. Ialah 'kerikil' sabar & 'lubang' syukur.
Tapi meski begitu, akan tetap terasa: bila benar 'terasa mudah', bila salah 'terasa sulit'.

Pssst, istikharoh bukan hanya soal jodoh, lho. hehe..

Artikel keren lainnya:

Pengabulan Do'a

Bismillahirahmanirahim.
Allahumma tohir qolbi minannifaq, wa a'mali minarriya', walisani minal khazib.

Ini kisah singkat tentang pengabulan do'a~~~~~

"Jadi, Dha ke SotoShop?"
"Insya Allah bang, ke sini jak, silakan"
"Oke kami meluncur sekarang"

"Alhamdulillah". Jam makan siang hari itu SotoShop kami Allah bikin penuh, ya penuh, semua meja yang jumlahnya sepuluh terisi. Alhamdulillah.
Sekitar satu jam kemudian rombongan Ustadz tiba di SotoShop. Soto Medan Ayam disajikan beberapa porsi.

"Terbaek" Kata Ustadz setelah selesai makan siang yang sedikit terlambat.
"Alhamdulillah"
"Semoga Usaha antum berkah berlimpah"
"Aamiin"

"Berapa, dha?"
"Biar Allah yang bayar, ya?"
"Biar Allah yang bayar, bang"
"Insya Allah"

Rombongan Ustadz, lanjutkan perjalanan atas jadwal Dakwah ke Luar Kota.

Saya masih ingat dalam batin saat itu berkata:
"Allah, saye memang belom punye mobil yang bise untuk dipakai ustadz dakwah kemane-mane, saye pun tak punye banyak waktu untuk nyupirkan ustadz, saye cume ade warung soto jak nih, biar bise ngisi tenage kawan-kawan yang mau lanjut dakwah"
"Kalau lah Engkau mau membalas, kali ini saye cuman minta 1 jak tak banyak, kasi saye waktu bace dan belajar Qur'an jak hari ini, seminggu ini susah benar rasenye nak bace Qur'an, rindu rasenye"

Tidak tahu itu do'a atau bukan, hanya terbatin sekelebat, saat mengendarai motor Vixion kesayangan, yang sebenarnya justru lebih sering saya dzolimi, menuju kantor travel.

Handphone low-bat! Charger mana charger?
Plug. Alhamdulillah, bersamaan dengan tercoloknya kabel charger ke handphone, bersama itu pula terdengar suara adzan Ashar. Masjid destinasi selanjutnya.
20 Menit. Bakda Ashar, presentase baterai handphone yang sebelum di charge 7% malah menjadi 3%, tak lama langsung mati suri. Innalillahi.
Berbagai macam charger dari berbagai merek dicoba tetapi tak berefek sama sekali. Aneh sekali tingkah handhone ini kala itu. Ndak biasa.
Agak kesal waktu itu, sebab pakai Handphone itulah saye biasenye jemput rejeki.

Ndak ada kerjaan, teringat janji di motor tadi, kalau ada waktu luang akan baca Qur'an. Alhamdulillah, target harian bisa tercapai.

Selesai Baca, Allah datangkan seorang kawan untuk bayar tiket, Alhamdulillah dapat keuntungan yang cukup untuk beli bakso untuk aku dan kamu, berdua. Halah! ditabung aja yah dek.

Pukul 5 saya kembali lagi ke Kedai Sotoshop, sebagian sudah terbereskan, Alhamdulillah, bantu angkat-angkat. Alhamdulillah selesai beres-beres bersamaan dengan Adzan Maghrib.

Lapar kali perut ni. Pengen makan. "Ah, duit lagi, tahan lah sebentar, tahan ya perut sikit agik, nanti pulang jak kite makan-nya ya, sayang duitnya ditabung saja untuk nikah" hehe.. tapi ini serius. 

Bakda Isya', jadwal rutin di Masjid Munzalan Mubarakan Serdam mengaji tahsin dan belajar baca Qur'an Metode Yanbu'a tiap malam senin-rabu. Alhamdulillah, sudah hampir Khatam buku ke 2 dari 7 Buku (kalau tak salah). Selesai.

Dilanjutkan pembekalan calon pendamping untuk Acara Pesantren Ramadhan ISO 1436 nanti, Ust. Luqmanulhakim merincikan tentang konsep-konsep Mustahil Mizkin plus ilmu-ilmu baru dari Qur'an yang baru pertama kali disampaikan-nya. Ilmu Qur'an hari itu: Pasti Kaya *dengan izin ALLAH

"Assalamu'alaykum"
"Wa'alaykumsalam"
"Ustadz, ini ade makanan dari tahlilan di tempat kami, tapi maaf tak banyak"
"Masya Allah" Semue kawan-kawan terdiam. Pas lagi bahas QS Fussilat 41:30-32. (Buka sorang di Qura'an masing-masing yee.. :D)
"Ente ngape mikirnye nak ngasi ke sini? Kan tempat-tempat lain ade"
"Soalnye kalau di Munzalan pasti ade orangnye"
Stop dulu sampai di sini ye, abang yang cengeng ni dek, dah tak mampu nahan aek mate. Diantarkan-Nye rezeki tuh dek, pas agik Die Tau ape yang abang ni butuh, sampai diantar depan-depan mate!
Padahal waktu itu dah malam, dah jam 10 malam, biasenye Masjid ni dah gelap  bin sepi, kebetulan jak malam ini pas ade rapat. (Oke, tak ada yang kebetulan!) Bise-bisenye ade orang ngantar makan. Masya Allah.

Semua materi pembekalan malam itu insya Allah kami 'tangkap' dengan khusyu. Dan khusus bagi saye tanpa ade gangguan.

Pulang ke rumah, yang saya lakukan adalah charge Handphone, dari siang tak hidup. Ngape hal henpon ni. Colok di rumah masih tak hidup. Tak kuat mate sudah jam 12 Malam, abang tidur.
Subuh saye cobe charge lagi itu Handphone, tak bise.
"Dah lah, suka ati lah. Kalau memang Allah nak bikin hidup agik gampang bah" Saye tinggalkan, "Baca Qur'an jak lah. Mudah-mudahan bise nih abis dibacekan Qur'an." Selesai tilawah, dengan mate dah ngantok gare-gare kurang tidur saye cobe agik Charge, Bismillah.
Hidup! Emejing. Masya Allah. Charger same, tempat colok same, henpon same, bise bede hasilnye. Bise gitu.
Abang tak jadi ngantok dek, telanjor basah agik dah mate ni suboh-suboh.
"Ooo, ini care Allah jawab do'e saye kemaren. Cuma pakai matikan Handphone bah, Allah bikin saye bise tilawah, belajar ngaji Yanbu'a, sampai tadabbur. Tanpa gangguan sama sekali. Tunai! bonus makan pulak"

Juga yang paling penting, Allah kasi tau saye ape penyebab utame malar tak sampai target bace qur'an harian: Handphone.

Allahumma rohmataka arjuu, falaa takilni illa nafsi torfata'ainin, wa ashlih lii sya'ni kullahu, laa illahaillaa Anta"
Allah, RahmatMu lah yang kami harapkan, jangan biarkan kami mengurus urusan kami walau hanya sekejap mata, dan perbaikilah urusan kami, tiada tuhan selain Engkau"

Wabilahittaufik Walhidayah.

Artikel keren lainnya:

Rumah vs Bidadari : Siap atau Mau?



“Jal, Aku di bawah” bunyi sms itu memaksa Rijal turun dari singgasana empuknya.



“Ente tidur siang Jal?” Belum pun Rijal turun dari tangga Robi “Sori nih ganggu” Robi datang dengan wajah berpeluh, seperti telah melakukan perjalanan panjang.



“Ndak apa Bi” Keriput sisa bantal tidur siang masih membekas di wajahnya. “Tidur sebentar saja kok, Power Nap, Qailulah, sunnah Rasul SAW. Ayo bi masuk ke kamar ana, Panas-panas gini minum dulu sebentar sambil ngobrol kita”



“Tak usah Jal, aku cuma sebentar, ini ada amanah” Robi menyerahkan undangan walimah berlapis plastik bening dengan pita warna toska.



“Kamu Bi? Kamu nikah minggu depan?” Rijal terkaget, sekaligus senang, campur iri sedikit. “Masya Allah! Tak ada angin tak ada hujan tiba-tiba saja kamu ya, sunyi-senyap-sah!”



“Begitulah Jal, kalau sudah jodoh insya Allah dimudahkan” Robi menjaga betul kata-katanya, ia tahu benar kawannya yang dulu memotivasinya untuk segera menikah ini, belum pun dapat calon pendamping. “Aku pamit dulu Jal, masih banyak nih yang harus diantar”



“Hati-hati bro, hari besar mu udah dekat”



“Assalamu'alaykum Warahamtullahi Wabarakatuh”



“Wa'alaykumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh”



Rijal naik ke atas, kembali ke kamarnya yang berkelir hijau muda. Dibukanya kemasan undangan itu, dibacanya nama mempelai wanita calon pendamping hidup kawan baiknya: Mutiara Aisyah Zahra. Ara. Nama yang sedikit familiar sebab beberapa kali memang Robi menyampaikan ketertatikannya, hanya dulu belum berani apa-apa. Sisi sebelah kanan ada waktu dan tempat akad dan walimahan. Dipindahkannya data itu ke dalam telepon pintar miliknya, tanda harus mengosongkan waktu.



Dibungkusnya kembali selebaran cinta itu. Ditaruhnya ke dalam kotak mie instan yang bersamanya telah ada beberapa puluh undangan sejenis warna-warni cinta dari teman-temannya.



“Allah” Ditariknya nafas dalam-dalam “Giliranku kapan?” lirih keluar dari mulutnya bersama hembusan nafas penuh kegelisahan. Matanya memandang ke langit-langit, tapi tatapannya jauh menembus hingga ke langit.



*****



Sebenarnya Rijal belumlah tua, malah tergolong masih muda. Juni nanti ia baru akan menginjak umur 24 tahun. Bahkan kata orang-orang: “Belum lah Jal, idealnya laki-laki menikah umur 25”. Kalimat itu sedikit membesarkan hati Rijal yang tengah gulana. Ia yang masih 'belia' telah memutuskan untuk mau menikah sejak setahun lalu yang artinya di titik itu pencarian telah dimulai. Akan tetapi hingga saat ini belum pun ia punya pendamping.



Sebenarnya lagi, Rijal bukan tanpa usaha, enam bulan lalu ia penah melamar seorang wanita, tetapi orang tua sang gadis tak setuju, “Beda budaya” katanya. Pun tiga bulan lalu, justru orang tua Rijal yang tak setuju kala Rijal akan berta'aruf gadis sholihah lain, kali ini “Carilah yang seusiamu atau sedikit di bawahmu”. Ah, memang masih berat mencari gadis sholehah yang sudah siap menikah di bawah umur dua puluh tiga. Tapi begitulah, Rijal tak pernah berani melawan kekata orang tuanya.



Dua bulan terakhir bahkan sudah dua kali Rijal mengajukan diri kepada murabbi dua orang gadis kira-kira sesuai dengan kriteria orang tuanya. Dua-duanya tak diterima dengan alasan yang persis, “Maaf, tetapi minggu lalu sudah ada yang maju duluan”. Rijal terlambat.



Beberapa minggu ini memang beberapa teman menawarkan akhwat yang potensial untuk Rijal jadikan istri, semua Rijal pertimbangkan dengan istikharoh. tapi tak ada yang rasanya benar-benar mantap dan menancap. Ada yang sebab beberapa sifat yang tak disenanginya; ada yang sebab pergaulan sang akhwat yang tak cocok dengan gaya Rijal; ada yang karena, bagi Rijal tak cukup menyejukkan pandangannya; Bahkan ada pula yang karena gaya bicara salah satu akhwat yang terlalu berapi-api sebabkan Rijal takut sendiri.



“Allah” lirihnya lagi “Apakah aku yang terlalu pemilih? Apakah salah bila aku memilih?” Pertanyaan-pertanyaan itu mengaung di fikiran Rijal beberapa minggu belakangan.



Teringat kembali perkataan sang Rasul Pujaan Hati:

“Wanita dinikahi sebab empat perkara, karena hartanya, karena kedudukannya, karena kecantikannya, (atau) karena agamanya. Pilihlah yang beragama, maka kau akan beruntung, (jika tidak semoga kau) menjadi miskin.”



*****



“Kamu tuh sebenarnya cari yang kayak gimana sih Jal?” Lana, teman seperjuangannya yang telah lebih dulu menikah tadi sore datang, sebelum menikah dulu, Lana tinggal di kamar yang sama bersama Rijal. Lana pun sudah beberapa kali menawarkan Rijal untuk bertaaruf dengan teman-teman istrinya yang masih lajang. Tetapi selalu ditolak Rijal.



“Apa yang kamu cari dari seorang wanita?” Lana melanjutkan. “Kamu cari yang cantik? Jujur, Jal!”



“Menyejukkan pandangan” Jawab Rijal dalam.



“Ah, sama saja” Balas Lana “Percuma Jal!”



“Apanya yang percuma?” Rijal terheran “Bagiku menyejukkan pandagan biar aku tak zalim padanya dengan melirik-lirik yang lain setelah menikah nanti, toh menyejukkan pandangan tak mesti cantik yang terlalu, yang penting aku senang melihatnya.”



“Ya Percuma, semua wanita sama saja, jika menua kecantikannya akan luntur bersama waktu, dan tak menyejukkan pandanganmu lagi”

“Kalau kamu mencintai karena fisik, bagaimana kamu mencintai Allah yang tak nampak fisiknya?”



“Tidak, tidak.” Sanggah Rijal “Aku yakinkan bukan fisik yang buat aku jatuh hati dan jadi yakin akan menikahi seorang gadis, aku selalu tertarik pada kesederhanaan dan ketaatannya beribadah.”



“Jadi?



“Menyejukkan pandangan hanya sebagai pintu gerbang saja. Bisa saja ia tak terlalu cantik tapi kesholihahan nya terpancar dari wajahnya. Maka aku cari yang seperti itu, apa aku salah?”

"Ah, sama saja, Jal. Sangat relatif!"

"Iya, sih, hehe.." 

"Terus yang gimana lagi, Jal?"

"Yang sederhana mungkin, yang terbiasa hidup sederhana, biasanya yang kayak gitu orangnya penyabar dan ndak suka nuntut?"

"Tau dari mana kamu kalau dia sederhana?"

"Yaaa, pertama pasti dari penampilannya lah, yang nggak lebay 'hijabers' atau kayak mbak-mbak yang ngakunya 'hijab syar'i' tapi malah makin nunjukkin kecantikkannya"

"Mana bisa dijadikan patokkan, bro!"


"Yaaa, paling ndak, ndak bakalan ngomel-ngomel karena ana nanti gak bisa beliin dia make-up. Hehehe."


"Hahaha, iya juga sih. Untung istriku gak gitu, memang ia lebih tua dari ku, tapi justru itu yang bikin dia dewasa." Lana sengaja memanas-manasi Rijal. "Ah, jadi pengen cepet-cepet pulang"

"Waaah, gak berperi-ke-jomblo-an kamu Lan!" 

"Hahaha. Saran ku, cari tahu juga nanti sifat-sifatnya dan latar belakang keluarganya dari teman-teman atau guru ngajinya, kalau oke langsung hajar!"

"Enak aja main hajar-hajar, anak orang itu, woi!"


"Hahaha. Emang mau diapain lagi kalau udah ketemu, keburu diambil orang lho!"

"Eits, kan jodoh ndak kemana-mana, Lan?"

"Tapi saingan dimana-mana bro!" Lana memotong sambil terbahak.

"Bener juga sih, ya?"

"Hmmm. Menyejukkan Pandangan, sederhana, Penyabar, ndak suka nuntut. Ada lagi, Jal?"

"Udah kayaknya, sih?"

"Terus?"

"Terus apa?"   

“Terus? Kamu yakin kamu pantas untuk akhwat yang seperti itu?” Lana balik bertanya, kali ini lebih tajam “Atau, atau, kamu tuh benar-benar yakin sudah pantas menikah? Atau cuma pengen?”



Rijal terdiam, ia tak berani beradu tatap lagi dengan Lana. Pertanyaan Lana begitu menyayat, mengusik nurani paling dalam seorang Rijal. Ia tak berani menjawab. Sebab sejujurnya ia tak punya jawabannya. Pertanyaan-pertanyaan itupun terus terngiang di benak Rijal sepanjang hari:

“Apa yang aku cari dari seorang wanita?”

“Apa aku memang pantas untuk akhwat seperti idamanku itu?”

“Apa aku memang pantas menikah?”

“Atau cuma ingin?”



“Ah, sudah lah, jal” Teguran Lana menyadarkan Rijal dari lamunannya “Kamu pikirkan saja dulu kata-kataku tadi”



“Iya Lan, makasih, pertanyaan-pertanyaanmu benar-benar nampar” Rijal Cengengesan.



“Ana balik dulu, dah malam kasihan istri sendiri” Lana berpamit sambil menyalami dan memeluk sahabat lamanya “Tapi ingat pesanku, jangan cari wanita yang sempurna, sebab kita pun jauh dari sempurna. Kalau kamu cari yang sempurna, yang terbaik ndak akan keliatan!”



Kalimat pamungkas Lana menutup hari.


Artikel keren lainnya:

PENDOSA TAUBAT

"Rabbana Zalamna Anfusana Wa Inlamtaghfirlana Watarhamna, Lanakunannaminal Khasirin; Rabbku, kami telah aniyaya pada diri kami sendiri, jika bukan karena Ampunan dan Rahmat-MU, maka sungguh kami termasuk orang-orang merugi" panjat Adam A.S dalam kepasrahan perjalanan tak tahu kemana, bakda telan khuldi bujukan Iblis Laknatullah.

"Lailahailaanta, subhanaka, inni kuntuminazzolimin; Tiada Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau, sungguh aku termasuk orang-orang yang zalim" sesal Yunus AS dalam perut Ikan yang ditelan ikan dalam laut dalam, kegelapan berlapis-lapis bakda mengasingkan diri dari tugas dakwah yang begitu berat.

"Rabbi, inni lima anzalta ilayyaa min khairin faqir, Rabbku atas apa Kebaikan yang Engkau Turunkan, aku benar-benar membutuhkan" Harap Musa A.S, dibawah teduh pohon usai pelarian panjang sebab krimimalnya pembunuhan tak sengaja yang dilakunya.

~~~~~

Lalu Allah jawab do'a mereka dengan ke-tak-dapat-terduga-an:

Adam AS Dijumpakan dengan Hawa tulang rusuk yang terpisah jarak entah berapa jauhnya padahal begitu luas muka bumi.

Yunus AS dikeluarkan dalam raga lemah dari perut ikan di tepi pantai yang tertumbuh buahan labu siap makan, semua penduduk dahulu ingkar kini jadi pengikutnya.

Musa AS dipertemukan dengan sang Guru Syu'aib AS Nabi penduduk Madyan, peroleh istri sholehah anak sang Guru, tentu tempat tinggal, pekerjaan apatah lagi makanan.

~~~~~

Perhatikan do'a-do'a mereka, tak ada satupun yang meminta sesuatu yang dibutuhnya sembari memberi-tahu Rabb-nya akan kebutuhannya, atau 'memerintah' Rabb-nya memenuhi kebutuhannya.
Pendosa Taubat yang tak pernah berputus asa dari Rahmat dan Ampunan Rabb-nya peroleh balasan berlimpah dari-Nya.

Sepertinya diri ini lebih tak patut meminta-minta hingga memberi tahu sampai menyuruh-nyuruh Rabb-nya yang Maha Tahu.
Sepertinya diri ini lebih patut bertaubat sembari mengumandangkan do'a-do'a pendosa taubat yang jelas-jelas tercontoh ribuan tahun tembus hingga ke Arsy-Nya Allah Maha Pengampun.

قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(Az-Zumar 39:53)

Wallahu'alam.

Artikel keren lainnya:

BUKU


Ratusan bulan lalu, sejak belum dapat membaca, buku adalah teman setia. Mungkin faktor ayah-mama yang guru berpengaruh sangat besar di minat itu. Terlebih, dahulu pun Ayah punya kios penyewaan buku di depan rumah lama, di Kota Singkawang. Isinya berbagai macam buku, mulai komik hingga ilmiah, mulai fiksi hingga fakta.

Sekira kelas 1 SD caturwulan kedua kami sekeluarga pindah, kios penyewaan buku telah bertahun-tahun sebelumnya ditutup, sebab tak terurus Ayah & Mama yang mengajar. Pontianak adalah destinasi selanjutnya, sebab orang tua pindah dinas ke ibukota provinsi. Dan saat itu saya belumlah pandai membaca. Baru lah satu cawu kemudian anak itu mengerti apa yang ia baca selama ini, sebab itu hampir-hampir saja ia tak naik kelas, peringkat terakhir boleh lah, naik ditendang.

Sejak dapat membaca, buku pun semakin jadi kesayangan, menggila. Apa saja. Apa saja dibaca, koran, majalah, komik, buku, apa saja. Bila stok baca habis, maka apa yang sudah dibaca tak masalah dibaca ulang. Hingga jadi anak rumahan sebab buku, entah mengerti atau tidak, yang penting bisa baca.

Dahulu, kesenangan buku bergenre komik beralih ke kekaguman akan astronomi, bintang gemintang yang memukau khayal anak usia tanggung. Ratusan buku bertema itu habis terlahap mata, mula dari yang isinya banyak gambar, hingga yang banyak tulisan.

Sesalnya, semenjak Sekolah Menengah Atas, waktu dunia baru 'terbuka', buku sejenak terpinggirkan. Sepok gaul.

Ah, buku memang seperti sahabat, tak pernah marah ketika tak diperhatikan, selalu menerima kapanpun kita kembali.

Masa kuliah adalah puber ke dua terhadap buku. Kali ini dengan ketertarikan berbeda. Ada dua. Pengembagan diri (motivasi) dan keagamaan. Ketertarikan akan keduanya akibatkan korban, perut adalah korbannya. Kala itu di Jakarta begitu banyak 'surga' hampir setiap Mall ada, terlebih Gr*media Matraman, toko buku terbesar di Ibukota. Terlebih juga setiap tahun ada Islamic Book Fair di Senayan, cocok: surga!.
Lapar mata lebih sering melanda daripada lapar perut.
Ah, berhenti sampai disana cerita saya. Allah ilhamkan saya ide!

Kita mungkin iri dengan para da'i yang pandai berbicara, menyebarkan ilmunya hingga jadi jariyah bagi pendengarnya.
Untuk kita pecinta buku, yang tak terkarunia kekuatan pada lisan, kita pun bisa dapat jariyah yang sama, mungkin bahkan lebih.
Buku anda, daripada teranggur dalam rak-rak atau kotak baca, daripada ilmunya terpendam di otak anda sendiri saja, baiknya diberikan (bila tak rela mungkin dipinjamkan saja) kepada mereka yang berpotensi menyebarluaskan ilmunya. Di sini insya Allah ada satu pahala, berbagi ilmu.
Heeeey, tak sampai di situ. Bila sang da'i menyampaikannya pada jamaahnya yang ramai, walau satu kata saja asal manfaat, makin berantai lah pahala yang mungkin kita terima. Begitu seterusnya, jariyah insya Allah sepanjang masa.

Artikel keren lainnya:

AURAT (lelaki)

Belakangan sangat galak seruan kepada kaum perempuan untuk berhijab, hijab syar'i terutama. Ramai-ramai menyerukan perintah Allah dalam Surah An-Nuur : 31 kepada para wanita untuk menutup auratnya. Seruan-seruan ini lelaki maupun perempuan yang menyerukan, sangat masif, sangat positif. Sebab perintah Allah pastilah baik, melanggarnya pastilah buruk, baik saat melakukan maupun akibatnya, tiada kompromi.

Ironisnya, bersamaan dengan itu, para penyeru yang sebagiannya adalah lelaki lebih sering lupa: mereka pun punya aurat.

Memang, lelaki adalah makhluk visual maka itu secara natural lelaki lebih mudah 'ditaklukkan' dengan apa yang ia lihat, pengaruh mata lebih kuat terhadap lelaki, sebab itu wanita diperintahkan menutup auratnya, agar natural lelaki tak mudah tergoda.
Dan disisi lain, wanita adalah makhluk audio, maka itu wanita lebih mudah 'dikalahkan' dengan suara (ucapan, kata-kata, musik, dll) yang ia dengar, pengaruh telinga lebih kuat terhadap wanita, sebab itu aurat lelaki tak banyak, pendapat sebagian besar ulama: antara lutut dan pusar. Tetapi 'sedikit' pun aurat itu bukan berarti tak ada. Dan pengaruh wanita atas visual pun, meski kecil, bukan berarti tak ada. Ia ada dan harus sangat dijaga. Sebagaimana lelaki-lelaki penyeru itu ingin para wanita menjaga auratnya, juga sebagaimana wanita menjaga auratnya.

Sabda Rasul untuk para lelaki: Apa yang ada di antara pusar dan lutut adalah aurat. (H.R. Al Hakim)

Maka, berhijab syar'i-lah para lelaki, jaga auratmu.




Artikel keren lainnya:

Pengingkaran Nikmat

Seorang anak manusia menangis merengek meminta belas kasihan. Sebuah malam dingin di tengah gurun pasir. Ia berada pada tempat yang tepat. Meletekkan diri pada titik paling rendah keegoisannya.
Kepalanya sejajar dengan ubin, tubuhnya tertungging lurus. Otaknya menerawang pada anak istrinya yang kelaparan. Tak tahu harus berbuat apa. Kala itu, berserah bukan pilihan, adalah sebuah keniscayaan. Keberserah-dirian penuh pada Sang Pencipta.

Pagi buta ia mengahadap utusanNya. Imannya berkata do'a Rasul mujarab. Tak membuang waktu ia bergegas ke kediaman sang Rasul.
"Rasul, aku ingin kaya, aku ingin bahagia, Jika nanti aku kaya, akan ku tunaikan semua kewajibanku"
awalnya Rasul menolak. Apa yang terjadi padanya sekarang adalah yang terbaik dari Sang Maha Tahu menurut Rasul.
Ia memelas dan memohon. Terketuk hati lembut sang Rasul. Rasul berdo'a. Tak lama ia kaya raya. Hingga semua orang yang tertakjub iri padanya“Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar”.

Waktu berlalu, ia telah melupakan semua janji masa lalunya, utusan Rasul datang menagih apa yang seharusnya ia keluarkan, tak pernah digubrisnya. Ia lupakan janjinya. Logikanya katakan bahwa semua sebab kerja keras dan kesuksesan metodenya yang telah bertahun. “Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku” sombongnya.
Keberserah-dirian saat lemah hanya masa lalu, saat ini ia seperti punya pilihan untuk tak berserah. Berlimpah-limpah hartanya serta keberhasilan metode usahanya membuat ia lupa diri. Inilah pelajaran untuk kita, seluruh hartanya dan emas permata ditenggelamkan sekejap dalam bumi. Runtuh bersama segala pengingkaran nikmat Allah-nya.

Setidaknya ia ‘berjasa’, menjadi pelajaran berharga untuk umat di sisa zaman, pelajaran agar tak jadi lebih hina sebab harta. Namanya Qarun sang saudagar mahsyur, yang mengingkari, ummat yang pernah dido’akan Rasul-Nya, Musa AS. Allah abadikan kisahnya dalam surah Al-Qashash nomor ayat 76 sampai 82.


Maka, seperti kita yang perlu bukti, orang-orang yang dahulu tertakjub iri, akhirnya sadar diri:

وَأَصْبَحَ ٱلَّذِينَ تَمَنَّوْا۟ مَكَانَهُۥ بِٱلْأَمْسِ يَقُولُونَ وَيْكَأَنَّ ٱللَّهَ يَبْسُطُ ٱلرِّزْقَ لِمَن يَشَآءُ مِنْ عِبَادِهِۦ وَيَقْدِرُ ۖ لَوْلَآ أَن مَّنَّ ٱللَّهُ عَلَيْنَا لَخَسَفَ بِنَا ۖ وَيْكَأَنَّهُۥ لَا يُفْلِحُ ٱلْكَٰفِرُونَ
Dan jadilah orang-orang yang kemarin mencita-citakan kedudukan Qarun itu, berkata: "Aduhai, benarlah Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hambanya dan menyempitkannya; kalau Allah tidak melimpahkan karunia-Nya atas kita benar-benar Dia telah membenamkan kita (pula). Aduhai benarlah, tidak beruntung orang-orang yang mengingkari (nikmat Allah)" (QS: Al-Qashash Ayat: 82)

Sejatinya, kita tak perlu dibenamkan dulu untuk paham bahwa berserah bukanlah pilihan.
Tak perlu ditenggelamkan dulu untuk syukuri semua adalah nikmatNya. Tak perlu ditimbun tanah dulu sebelum mengerti bahwa pengingkaran nikmat dan kesombongan akan datangkan kehancuran. Hancur sehancur-hancurnya.

Artikel keren lainnya:

Sombong Sekali

“Emang loe siapa???” mungkin ini benaknya kala itu, ketika ianya laknatullah yang terbuat dari api nan panas disuruh Allah bersujud pada manusia yang ‘hanya’ dari tanah. Sombong, adalah maksiat pertama yang dilakukan makhluk Allah. Namanya Iblis laknatullah dari golongan jin, terusir dari surga selamanya sebab satu kali kesombongannya itu.
Kesombongan mempunyai banyak anak, salah satu anak kesayanganya adalah merendahkan orang lain, persis seperti Iblis laknatullah yang merendahkan manusia. Biasanya merendahkan orang lain selalu bersanding dengan menganggap diri sendiri lebih hebat atau ‘ujub. Padahal ia sendiri tidak sepenuhnya tahu kebaikan pada orang tersebut. Padahal Allah telah Ciptakan pada orang itu kebaikan yang banyak.

كَثِيرًا خَيْرًا فِيهِ اللَّهُ وَيَجْعَلَ شَيْئًا تَكْرَهُوا أَنْ فَعَسَى كَرِهْتُمُوهُنَّ فَإِنْ
……Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (QS: An-Nisaa : 19)
Padalah ukuran kebaikan dari Allah adalah taqwa yang tak ada yang tahu kadarnya kecuali Allah. Padahal mungkin diri nya itulah termasuk golongan yang terusir. Na’uzubillah.
Kitapun terlampau sering merendahkan orang. Seorang yang datang ke masjid hanya sebab pakaiannya yang lusuh, lantas kita anggap sebagai peminta-minta. Padalah mungkin saja orang itu sedang ingin menyumbangkan hasil kebunnya untuk pembangunan masjid. Sedang kita yang berpakaian rapi hanya bisa ‘numpang’ sholat di masjid.
Sadarkah kita bila merendahkan kekurangan orang lain berarti kita tengah merendahkan Allah, sebab secara tak langsung kita tengah menghina Allah yang Maha Sempurna, bahwa tak mampu cipta yang sempurna? Na’uzubillah.

وَلاَ تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلاَ تَمْشِ فِي اللأَرْضِ مَرَحاً إِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَجُوْر
Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Luqman:18)
 
Kembali ke Iblis laknatullah yang sombong. Padahal hanyalah satu kali ia merendahkan, lalu terusir, lantas tak boleh kembali lagi selamanya ke surga. Sekali lagi, hanya satu kali. Sudah berapa kali kita?

Artikel keren lainnya:

Hawa Nafsu vs Amal Sholih


Zaman makin berkembang, pun dengan cara-cara syaitan mempengaruhi manusia. Untuk mereka yang awam (seperti kita), cukup cara klasik pun sepertinya masih ampuh. Berbeda dengan mereka yang berilmu atau paling tidak mengerti mana  baik dan buruk. Cara yang lebih halus ditempuh untuk jenis manusia yang satu ini: hawa nafsu terselubung kebaikan.

"Seorang istri/suami yang membaca qur'an terus menerus,padahal pasangannya sedang membutuhkannya," demikian Buya Yahya mencontohkan dalam sebuah Tausiyah tentang Jalan Cinta pertengahan Februari lalu "Jangan sangka Membaca Qur'an adalah amal sholih, ia jadi sebuah hawa nafsu terselubung kebaikan, padahal saat itu memenuhi kebutuhan pasangan adalah lebih utama." Tipis begitu halus terselubung.

Alkisah seorang Ustadz datang ke sebuah kota terpencil untuk mengajar mengaji, ianya sekaligus menjadi takmir sebuah masjid disana. Sang Ustadz begitu istiqomahnya mengajar hingga murid-muridnya begitu antusias. Suatu ketika Pak Kiyai, guru sang Ustadz datang berkunjung ke kota itu untuk beberapa waktu. Begitu senangnya sang ustadz sebab bertemu sang guru, sekaligus dapat mengambil ibrah dari Sang Guru yang telah lama tak bersua. Sang Ustadz pun larut dalam kerinduan, hingga ingin terus membersamai Pak Kiyai, meski yang membersamai Pak Kiyai rupanya tak hanya ia sendirian, rupanya banyak murid Pak Kiyai lain yang ikut membersamai.
Beberapa adzan di Masjid tempatnya mengabdi terlalaikan sebab Pak Ustadz ikut kemana Pak Kiyai masjid tempat Pak Kiyai sholat, sekaligus mendengar tausiyahnya. "Toh Pak Kiyai ke sini hanya beberapa hari, tak apalah" pikirnya. Hingga waktu kepulangan Pak Kiyai yang rupanya bertepatan dengan jadwal mengajar mengaji. Pak Ustadz lebih memilih mengantar Pak Kiyai menuju terminal keberangkatan, meski sebenarnya sudah banyak yang mengantar, daripada mengajar mengaji anak-anak yang begitu bersemangat belajar, menjadi luntur semangatnya.

Di jalan kleinsyafan, Kita pun tanpa diberitahu, sebenarnya dapat membedakan mana yang hawa nafsu mana yang amal sholih.

Begitulah, di jalan keinsyafan, tak perlulah bagi syaitan menyuruh kita berbuat keburukan, cukup saja membuat mereka meningalkan amal sholih. Maka ketika nanti hari pembalasan, kita akan terkejut tentang sedikitnya amal, sebab yang dianggap amal shalih, rupanya hawa nafsu yang terselubung. Toh, yang telah tergiring menjauhi amal sholih (walau tak sadar) akan sangat mudah bagi syaitan menggelincirkan, senggol sedikit saja pasti jatuh. Dan bukankah bila kita tak disibukkan dengan amal baik maka artinya kita disibukkan dengan keburukan (meski terselubung kebaikan)?

Artikel keren lainnya: