Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabaraktuh.
Bismillah,
Beberapa hari ini, saya sering tersenyum sendiri mengingat pola pikir waktu masih muda dulu (sekarang sih masih muda, tapi dulu lebih muda lagi -emang sih muka dah agak tua. red). Waktu-waktu masih labil. Dan memang ke-labil-an itu tak mudah hilangnya. Sampai sekarang, beberapa masih bertahan. He..He..
Hmmm...
Dan kali ini, bukanlah lebih ke tentang ke-labil-an yang dibahas. Walaupun topik labil memang lagi "in" di kalangan anak muda jaman sekarang. Aemang agak nyerempet sih, tapi lebih ke permasalah cara pandang. Cara pandang seorang pria.
Point de Vue.
Cara pandang. Ya. Lebih lanjut lagi, cara pandang seorang pria.
Yang akan kita bahas di sini bukan tentang paradigma atau perspektif atau apalah itu namanya.
Kita akan membahas tentang cara pandang dalam artian sebenarnya.
Izinkan saya membuka bahasan dengan 2 tinjauan pustaka.
"Pandangan itu adalah panah beracun di antara panah iblis, siapa yang meninggalkannya karena takut kepadaKu maka akan Aku gantikan dengan keimanan, yang ia dapatkan manisnya di dalam hatinya (HR ath-Thabrani dan al-Hakim)
"Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat." (An-Nuur 24:30)
Dulu, dulu sekali. Waktu masih di Pontianak. Ayat ini,dan hadist hanya sekedar dibaca saja, tak dipahami. Bahkan ketika SMA dulu, aku punya senior laki-laki yang selalu jalan sambil menundukkan kepala. Kesannya, kurang tegap, agak kelihatan cupu, sehingga maklum saja banyak yang memperoloknya, termasuk saya tentunya.
Tetapi, sekarang, baru-baru ini. Saya mulai paham maknanya. Maklum saja, 2 tahun lalu, waktu baru sampai di ibukota, mata ini disajikan "pemandangan" yang "segar-segar". Mulai dari mbak-mbak pramugari yang molek, sampai nonik-nonik Jakarta (dari seluruh nusantara bahkan dunia) yang aduhai. Terbuka (atau berani membuka aurat). Maklum lagi, saya berasal dari Pontianak yang notabene (dulu) belum berkembang dan (dulu) belum banyak dara-dara yang "berani". Seperti baru lepas dari sangkar. Pandangan begitu bebas berkeliaran. Bikin panas Jakarta yang udah panas. Na'uzubillah.
Realitanya, saya dan laki-laki normal lain yang tak paham, menyenangi perempuan seluruhnya.
Untunglah saya, kami, kita punya buku best seller sepanjang masa yang suci - Al-Qur'an dari Yang Maha Tinggi. Dengan Surah An-Nur diatas sedikit memberi peringatan dengan lembut. Mengetuk relung terdalam untuk menjaga pandangan. Memelihara pandangan yang liar.
Tentang cara pandang. Di Jakarta, semuanya serba salah, menundukkan kepala salah, malah keliahatan (maaf) paha mbak-mbak yang "mulus". Menegakkan kepala salah, malah keliatan yang lain (tahu sendiri lah). Mendongkakkan kepala, malah dibilang orang sombong, lebih lanjut lagi, ndak bisa melihat jalan resiko nabrak tiang atau masuk lobang lebih besar.
Hmmm.... Jadi bingung.
Maka, pulanglah saya ke Pontianak dalam satu kesempatan. Niatnya sih pengen sedikit ngebersihin iman. Mendinginkan hati. Recharge. Tapi, Apa lacur, Pontianak yang cuma ditinggalkan sebentar (2 tahun) udah berubah drastis. Yang dulunya orang-orangnya pemalu sekarang lebih "berani". Yang dulu sopan santun berpakaian sekarang paha-paha "bertebaran". Pontianak yang dulunya panas sekarang membara! Na'uzubillah. Efek Globalisasi!
Efek Globalisasi
Ya. Efek Glaoblisasi. Efek Federalisasi. Ketika kata “pornografi” diterjemahkan sebagai “seni”.
Jadilah, sekarang benar-benar bingung mencari tempat perlindungan mata dari zinah mata. Memandang jika ia merasakan kelezatan ketika memandang.
Hingga salah satu teman pernah menulis status Facebooknya
'walau sama2 berjenis perempuan, kuntilanak berpakaian LEBIH SOPAN dari pada kebanyakan ABG jaman sekarang...'
Hmmmm.... Benar juga. ^^
Padahal Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Hai Nabi katakanlah lepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: “Hendaknya mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al Ahzab : 59)
Jelas-jelas disuruh (diwajibkan) "mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka." (walaupun kualitas taqwa sekarang tak lagi dapat diukur dengan panjangnya jilbab) Dan lihat lagi ayat di atas, jelas-jelas tujuannya baik "Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu" buat diri mbak-mbak sendiri, bukan orang lain.
Jadi, jangan salahkan jika laki-laki yang curi pandang (mbak-mbak yang jilbaban dan tertutupi saja masih jadi objek curi pandang, apa lagi yang "terbuka").
Masih ingat kan, "Pandangan itu adalah panah beracun di antara panah iblis", Diibaratkan panah beracun (punya iblis pula!) sangat pas, walaupun panah sudah tercabut tapi, racun masih tertinggal dan mengalis di darah, tertinggal di otak aslinya.
Maka, tolonglah ukhti-ukhti, tolonglah kami, bantu kami menjaga pandangan kami. Insya Allah tak ada yang dirugikan, bahkan sangat besar kesempatan terjadi simbiosis mutualisme di jalan-Nya. Bahkan lagi ada 2 keuntungan untuk ukhti-ukhti sekalian, menjalankan syari'at dan mencegah kemungkaran.
So, Salute to ukhti-ukhti yang konsisten menjaga penampilannya sesuai syari'ah.
Lebih lanjut lagi, Rasulullah menjelaskan:
“Wahai sekalian pemuda, barangsiapa yang mampu diantara kalian untuk menikah maka menikahlah karena sesungguhnya itu akan lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan dan barangsiapa yang belum mampu hendaknya ia berpuasa karena ia sebagai perisai baginya.”
Tentu saja, diumur yang masih "belia" ini, saya belum mampu menikah. Maka saya pilih opsi, kedua. Berpuasa. Insya Allah. Karena tak tahu kapan iman ini akan goyah. Mudah-mudahan tidak.
Barakallahufik. Jazakallahu khairan.
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.