Bismillah.
Hari ini, 17 November 2010,
entah sekarang tanggal 10 atau 11 Dzulhijah...
Perbedaan Perayaan Idul Adha tak menjadi halangan kami untuk tetap menyeru namaMU sesemesta...
Pagi itu, 06:00 WIB, mata yang baru berhasil terpejam setelah lewat jam 4 subuh ini harus dibuka kembali. Demi. Demi Ibadah yang cuma ada 2 tahun sekali. Shalat Ied.
2 Rakaat, 7 Takbir rakaat pertama, 5 takbir rakaat ke dua.
Terasa lebih bermakna. Jauh dari keluarga. Jauh dari Orang tua. Terpaksa tubuh yang ringkih menuntut ilmu sepanjang tahun ini beristirahat sejenak, bersujud, me-recharge energi iman, dengan sholat, medengarkan Khutbah, Berkurban.
Bukan. Bukan Kurban yang aku tangkap dari tema khutbah tahun ini. Bukan pula perayaannya. Bukan.
Ada satu yang membuatku iri. Kisah Ibrahim.
Hari ini, Kembali, berkumandang kisah Ibrahim A.S di seantero dunia, bukan kisah biasa, tapi keteladannya yang dikenang, sungguh ia telah menjadi tutur kata yang baik lagi tinggi, seperti yang telah Allah tuliskan di Surah Maryam.
Bagaimana tidak. Perjalanan hidupnya yang keras, ditempa zaman, ditempa usia, jauh. Jauh melebihi cobaan yang kita hadapi sekarang yang mungkin hanya seujung kuku dari perjalanan hidupnya.
Mulai dari perbedaan akidah dengan sang ayah. (Q.S Maryam 41-48)
Pencarian makna ketuhanan.
Penghacuran berhala dengan kapak kecerdasan.
Ujian berumah tangga yang tanpa anak sampai ia dan siti hajar sepuh.
Bahkan, ketika sudah mempunyai anak, Ismail A.S. di usianya yang sudah senja, ia diperintahakan Allah meninggalkan buah hati di padang pasir tandus tanpa perbekalan apapun.
Wah, jika aku menjadi ia, pasti aku sudah protes pada Allah.
Lalu, Setelah sekian tahun berlalu, ia dipertemukan dengan Ismail, anaknya, dan Siti Hajar, istrinya.
Lagi-lagi, belum lama nostalgia itu berlangsung, kembali, ia diperintahkan menyembelih anaknya.
Subhanallah, entah, iman seperti apa yang Ibrahim punya, setelah semua yang ia lalui, harusnya ia sekarang bersenang-senang, menikmati hasil perjuangannya. Ia harus di uji lagi.
Dan yang lebih parah, harus menyembelih anaknya yang baru saja ia bertemu dengannya. Masya Allah.
Maka izinkanlah aku mengutip pembicaraan paling indah antara Ayah dan Anaknya:
"Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar." (QS 37 : 102)
Maka dikenanglah mereka sampai akhir zaman. Dicatatlah kisah mereka yang abadi dalam Al-Qur'an.
Tertulislah kekokohan iman mereka dalam perkataan yang baik lagi tinggi.
Semua orang patut iri pada Ibrahim.
Marilah, kita belajar pada Ibrahim.
Sering kita merasa taqwa
Tanpa sadar terjebak rasa
Dengan sengaja mencuri-curi
Diam-diam ingkar hati
Pada Allah mengaku cinta
Walau pada kenyataannya
Pada harta, pada dunia
Tunduk seraya menghamba
Belajar dari Ibrahim
Belajar taqwa kepada Allah
Belajar dari Ibrahim
Belajar untuk mencintai Allah
Malu pada Bapak para Anbiya
Patuh dan taat pada Allah semata
Tanpa pernah mengumbar kata-kata
Jalankan perintah tiada banyak bicara
(SNADA- Belajar dari Ibrahim)
Allahu Akbar. Allahu Akbar.
Taqabbalallahu minna waminkum, Taqabbal yaa kariim.
RAC
Belum ada tanggapan untuk "Ibrahim, Qurban"
Post a Comment