Dahulu, bukan berdo'a, tapi sempat tersirat dan terucap,
"Ya Allah, kayaknya enak punya rumah yang ruang tengahnya besar tempat kumpul-kumpul keluarga, yang halamannya luas bisa jadi tempat parkir dan main anak-anak kecil, suasana asri yang yang nyaman untuk sholat dan ibadah"
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Beberapa bulan berlalu,
"Dha, antum bantu ana ya?" Guru Bahasa Arab saya memulai
"Bantu apa dulu, tadz?"
"Antum jadi sekretaris Masjid Munzalan 1 di Ampera"
"Eh?"
"SK nya udah keluar dari yayasan" Surprise!
"Insya Allah" saya hanya menarik nafas, sejujurnya tak mengetahui ihwal pengamanahan tersebut.
Sebenarnya sudah sangat terbiasa bila Allah memberi amanah secara tiba-tiba seperti dulu Ketua Pemilu BEM dadakan, atau Nuha yang jadi 'surprise' kelulusan. Tapi ini beda: Mengelola Masjid!
Satu lagi yang spesial, saya belum pernah ke masjid tersebut sama sekali. Allah!
Pertama kali berkunjung ke sana adalah Hari Ahad untuk sholat 'Isya.
Saya menangis. Masjid yang sangat luas, berjamaah hanya bertiga. Sepi.
Lalu ba'da sholat sempatkan ngobrol dengan takmir masjid.
"Kayaknya ada masalah dengan warga memang, sebab penggunaan masjid dulu terlalu eksklusif, warga jadi enggan sholat ke sini, apalagi di kampus depan bikin masjid baru yang bagus"
Masjid Munzalan 1 memang memiliki 'saingan' masjid baru milik kampus di dekatnya yang baru jadi dengan desain yang bagus dan 'masjid banget'.
"Pernah, sholat Ied Adha jamaahnya cuma tujuh orang, diluar anak-anak" lanjutnya.
Hati saya sontak meringis. Menangis.
"Kita bikin program-program yang bikin ramai masjid ini" begitu kata guru bahasa arab yang sekaligus manager.
Sebenarnya pun bangunan Masjid yang sudah berdiri sekitar 5 tahun ini masih 3/4 jadi, masih sangat perlu perbaikan di sana-sini. "Kalau hujan, tempiasya lantai 1 bisa basah semua, airnya masuk dari jendela sebelah tangga, dan lantai 3 yang loteng yang belum selesai"
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
"Akh, Antum jadi Khotib ya, jum'at ini" pesan BBM dari sang manager masjid
"Ana belum pernah tadz, belum ngerti fiqihnya" dan BBM itu masuk jum'at subuh
"Tar ana ajarin, antum cari konten aja di internet dulu"
beberapa jam kemudian.
"Munzalan 1, Tadz?"
"Iya, ana udah dapat khatib"
"Alhamdulillah"
Dhuha.
"Bang, mana khatibnya?" takmir masdid bertanya.
"Lho, katanya sudah ada?"
"Siapa?"
"Saya juga tidak tahu, kita tanya manager"
"Khatibnya ban kempes, ntar biar ana yang gantikan" jawaban dari seberang telepon
Adzan pertama. Khatib belum datang. Mulai panik.
"Ente jadi Khotib ya!"
"Tapi ana belum bisa, nanti apa yang diomongkan, apa rukun-rukunnya, apa do'anya" sejujurnya kata-kata saya sendiri menampar diri sendiri. Sakit. Akibat kurang ilmu. Menjadi muslim yang tidak bisa diandalkan. Malu sama Allah.
Untungnya sang khatib pengganti alias manager masjid datang segera.
"Baru ini ana liat jamaah jum'at nunggu khatib"
Ba'da Shalat Jum'at.
"Minggu depan biar saya yang Khatib, tadz. Bismillah."
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Allah rupanya tengah menjawab siratan hati dulu kala.
Ruang Tengah Luas, sangat.
Halaman pun tak kalah luas
Suasana asri: kiri kanan pepohonan; bila malam menginap ada suara jangkrik; yang hinggap tak cuma nyamuk, kadang semut, belalang, anai-anai, dan makhluk-makhluk 'unyu' lainnya.
Allah seperti tengah berkata: "Kamu urus dulu itu, Rumah Impian-mu"
Masya Allah.