Dahulu, sebelum SMA, saya sangat malas makan, kalaupun makan seringnya tak dihabiskan, makanya tubuh saya adalah yang paling kecil diantara saudara-saudara saya. Hehe..
Pernah waktu pertama masuk SMP, kelas 1, sedang ada pembagian pakaian olahraga, saya dapat ukuran 'S'. Teman-teman sekelas langsung mencoba baju barunya itu, termasuk saya. Selesai mencoba saya langsung ke kantor guru untuk protes,
"Ibu, maaf, ada yang lebih kecil lagi tidak?"
"Maaf nak, itu ukuran S, sudah yang paling kecil!"
Badan saya mulai 'membesar' ketika masuk SMA. Terutama setelah ikut kemah PRAMUKA, dan ikut organisasi PRAMUKA.
Alkisah, setiap tahun di SMA saya diadakan Kemah Besar bagi siswa baru. tempatnya jauh dari kota, diatas bukit, sekitar 2 jam perjalanan dari kota Pontianak.
Makanan yang kami bawa seadanya, memang ada kantin dadakan warga sekitar, tapi uang yang saya punya tidaklah banyak.
Di sana, saya harus menghargai setiap kunyahan, setiap butir beras yang kami masak sendiri.
Di sekitar tenda, masih ketika kemah besar, ditaburi beras untuk mencegah semut-semut hutan yang besar masuk ke tenda. Mirisnya, beras-beras yang kami 'buang' itu, ketika selesai kemah, dipunguti satu-persatu oleh warga!
Saya benar-benar tersadar, sebutir beras/nasi yang tak berharga bagi kita, sebenarnya mungkin dapat menghidupi perut-perut kelaparan orang lain.
Coba banyangkan, jika rata-rata kita makan tersisa 10 butir nasi dari 2000 butir yang kita makan (kalo liat gambar di atas sih kayaknya jauh lebih banyak yaa) |
penduduk Indonesia pengkonsumsi nasi lebih dari 100 Juta orang |
makan 2 kali sehari
10 butir x 100.000.000 x 2 = 2.000.000.000 butir nasi / 2000 butir / porsi
total ada 1.000.000 (baca: SATU JUTA!) porsi nasi yang kita, se Negara Indonesia ini sia-siakan setiap harinya!
SATU JUTA porsi NASI yang seharusnya bisa dinikmati perut-perut mereka yang kelaparan.
Kita selalu mengucap Alhamdulillah setiap selepas makan, merasa menjadi hamba yang bersyukur, tetapi tidak ditunjukkan dengan perbuatan.
Mubazirnya kita. Pantas saja nikmat tak ditambah. Astaghfirullah.
Ayah saya bilang, "Habiskan makanan, sampai nasi terakhir di piring, kita ndak tau nasi mana yang paling berkah, bisa saja nasi terakhir yang disisakan itu satu-satunya yang paling berkah dan jadi daging"
Nabi Muhammad SAW, panutan saya, juga ketika makan, menjilati hingga jari2 tangannya agar tak ada yang tersisa. Dari Abu Hurairah dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَلْعَقْ أَصَابِعَهُ فَإِنَّهُ لَا يَدْرِى فِى أَيَّتِهِنَّ اْلبَرَكَةُ
“Apabila seseorang di antara kalian makan maka hendaklah ia menjilati
jari jemarinya, karena ia tidak tahu di makanan yang manakah yang ada
berkahnya”. [HR Muslim: 2035].
Walhasil, setiap makan, saya (jika tidak sedang sakit perut atau sakit yang bikin lidah terasa pahit) berusaha menghabiskan makanan hingga "tetes" terakhir.
Belum ada tanggapan untuk "Butiran Nasi Terakhir"
Post a Comment