Bismillahirahmanirahim.Assalamu'alaykum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Siang itu, saya sedang menunggui toko/kantor saya yang menjual tiket pesawat, kebetulan hari itu sedang musim ramai karena Imlek.
Di daerah kami, Imlek menjadi salah satu musim ramai/penuh pesawat karena Penduduk Tionghoa di Kalimantan Barat khususnya Pontianak dan Singkawang sangat banyak.
Malah ada literatur yang menyebutkan bahwa Republik pertama di Nusantara Republik Lan Fang yang didirikan oleh orang-orang Tionghoa selama 107 tahun pada akhir abad 18 berada di Kalimantan Barat.
Datang seorang konsumen,
"Bos, bisa tanya harga pesawat Pontianak-Jakarta tanggal xxxxxx?"
"Sebentar saya cek Pak, hmmm... Pesawat L**Air, harganya segini Pak" sambil memperlihatkan harga
"Kalo Sri******Air?"
"Kalo itu lebih MAHAL, Pak!"
"Berapa..?"
"Rp. xxxxxxx, Pak"
"Oooh, yaudah saya ambil Sri******Air saja"
Saya sedikit terheran-heran dengan hal ini, padahal lebih mahal, tapi dia ambil yang itu.
Ketika saya tanyakan, "Takut mas, naik L***Air, hehe"
Hmmm... Masuk akal juga, si konsumen berpikir berapalah selisih seratusan ribu jika nyawa taruhannya.
Hal ini serupa dengan Fenomena Taksi Blue**** di Jakarta yang tetap dapat menguasai pasar dengan "Tarif Atas" meski perusahaan lain memasang "Tarif bawah"
Ada juga konsumen yang sudah dapat harga paling murah, tetapi masih ngomong mahal. ADA!
Hari itu saya belajar satu lagi psikologi konsumen: Jangan pernah berkata "MAHAL" kepada konsumen, karena
standard mahal kita dengan konsumen berbeda. Sebutkan saja harganya, biar ia menentukan mana yang murah dan mana yang mahal.
Bahayanya kalo barang kita ternyata bagi dia murah, malah kita bilang mahal:
1. Konsumen tersinggung, disangka gak mampu beli
2. Gak jadi beli
Semoga Bermanfaat.
Wassalamu'alaykum warahamtullahi wabarakatuh,
Ridha Ananda Cipta
Twitter/Instagram : @RestorasiRidha
Facebook.com/ReStoreID
Kompasiana.com/RidhaAnanda
Email : RidhaStill@live.com
ECAMP #95 | #MBM16
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Kemahalan?"
Post a Comment